Rabu, 03 Mei 2017

“Keluarga Cemara” Sinetron Kaya Makna Era 90-an


Harta yang paling berharga, adalah keluarga
Istana yang paling indah, adalah…Keluarga 
Puisi yang paling bermakna, adalah keluarga 
Mutiara tiada tara, adalah … Keluarga 
Selamat pagi Emak 
Selamat pagi Abah 
Mentari hari ini berseri indah 
Terima kasih Emak 
Terima kasih Abah
Sumpah sakti perkasa dari kami putera-puteri yang siap berbakti

Siapa sih yang kenal dengan sinetron fenomenal ini? Berasa balik di zaman TK. Hehehe. Meskipun tidak melihat awal sinetron ini, setidaknya pada tahun 2001-2005 masih tayang sinetron ini disamping drama taiwan Meteor Garden. *oops. Memang nggak salah sih kalau sinetron ini mendapat predikat sinetron terbaik dan penuh makna. Pasalnya sinetron ini tidak menghadirkan konflik – konflik yang rumit dan aneh – aneh seperti sinetron akhir dekade ini.

Konfik rumit contohnya, pacar si X selingkuh dengan selingkuhannya Y, atau cerita – cerita fantasi seperti 7 Ekor Kelinci Jadi – Jadian yang setting-nya di kerajaan awan dengan motor yang bisa terbang. Nah loh ... Iya kalo yang lihat itu orang dewasa, kalu anak – anak? Bisa dibayangkan jika penerus banga kita dijejali dengan konsumsi sinetron seperti itu.
Balik pada Keluarga Cemara!

Sinetron ini ditayangkan pada tahun 1997 hingga 2004 oleh salah satu stasiun televisi swasta Indonesia dan ditayangkan kembali pada tahun 2004 hingga 2005 oleh stasiun televisi yang berbeda. Sinetron ini di sutradarai Arswendo Atmowiloto dan di produksi oleh Atmo Production. Tokoh ‘Abah’ diperankan oleh Adi Kurdi, ‘Emak’ diperankan oleh Novia Kolopaking yang sekaligus penyanyi untuk sountrack Keluarga Cemara, ‘Euis’ diperankan oleh Ceria HD, ‘Ara’ diperankan oleh Anissa Fujianti, dan ‘Agil’ diperankan oleh Pudji Lestari.

Pada sinetron ini di kisahkan hubungan keluarga yang erat. Kasih sayang kakak pada adiknya yang sangat dalam, seperti pada cerita ketika Teh Euis ingin mewujudkan keinginan adiknya untuk naik komedi putar hingga si kakak berkorban habis – habisan demi keinginan sang adik tersayang. Namun ketika akan naik, uang yang Teh Euis kumpulkan hilang, betapa kecewanya Teh Euis mengetahui hal itu. Namunkarna kasih sayangnya yang besar terhadap sang adik, Teh Euis menggendong adiknya memutari komedi putar.

Sinetron ini juga mengisahkan tentang bakti anak terhadap orang tuanya. Membantu orang tuanya dengan senang hati, ditengah kesederhanaan. Abah dan emak disimbolkan sebagai orang tua yang sangat menyayangi ketiga puterinya, seorang ayah dan ibu yang sabar, dan bijak.


Betapa indahnya malam – malam suatu keluarga jika sinetron seperti ini menemani mereka setiap hari. menanamkan arti kekeluargaan, kasih sayang, dan cinta.

Kamis, 06 Oktober 2016

Sima Swatantra: Anjuk Ladang

Dari berbagai sumber sejarah diketahui bahwa, sekitar tahun 929 M di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Mpu Sendok yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino (Panglima Perang) melawan bala tentara Kerajaan Melayu atau Sriwijaya.

Sebelumnya pada setiap pertempuran mulai dari pesisir jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu. Kemudian pada pertempuran selanjutnya di daerah Nganjuk, bala prajurit Mpu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Kemenangan ini tidak lain karena Mpu Sendok mendapat dukungan penuh dari desa-desa di sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Mpu Sendok dinobatkan menjadi raja dengan gelar Sri Maharaja Mpu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa (929 M).

Kurang lebih delapan tahun kemudian, Mpu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah Jayastamba (tugu kemenangan) dan Jayamerta (candi). Dan terhadap masyarakat desa sekitarcandi, karena jasa-jasanya dalam membantu pertempuran, oleh Mpu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status Sima Swatantra: Anjuk Ladang. Anjuk berarti tinggi. Secara simbolis berarti mendapat kemenangan yang gilang gemilang. Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman, kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya sekedar sebagai sebuah desa.

Sedangkan perubahan kata ANJUK menjadi NGANJUK, karena proses bahasa atau hasil proses perubahan morfologi bahasa yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa jawa. Perubahan kata dalam bahasa jawa ini terjadi karena gejala usia tua dan gejala informalisasi, disamping adanya kebiasaan menambah konsonan sengau ‘NG’ (nasalering) pada lingga kata yang diawali dengan suara vokal, yang menunjukan tempat. Hal demikian inilah yang merubah kata ANJUK menjadi NGANJUK.

Berdasarkan penelitian L.C. Damais, angka tahun yang tertera pada Prasasti Candi Lor adalah tanggal 12 Bulan Caitra tahun 859 Caka atau bertepatan dengan tanggal 10 April 937 M. Kalimat yang menunjukan angka tahun tersebut berbunyi: “SWASTI QAKAWARSATITA 859 CAITRAMASA THITI DWADASIKRSNAPAKSA”. Jika diterjemahkan kurang lebih berbunyi: “Selamat Tahun Saka telah berjalan 859 tanhun pertengahan pertama Bulan Caitra tanggal 12”.
Berdasarkan kajian dan analisis sejarah inilah, maka tanggal 10 April 937 disepakati sebagai Hari Jadi Kabupaten Nganjuk, selanjutnya dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Nganjuk Nomer : 495 Tahun 1993 ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Nganjuk.


“Keluarga Cemara” Sinetron Kaya Makna Era 90-an

Harta yang paling berharga, adalah keluarga Istana yang paling indah, adalah…Keluarga   Puisi yang paling bermakna, adalah keluarga ...